Irjen Iwan Kurniawan, S.I.K., M.Si (kanan) dan Irjen Adi Deriyan Jayamarta, S.I.K., M.H. saat menyampaikan paparannya di hadapan Ahli Pers Dewan Pers di Denpasar Bali. (Foto: Dewan Pers) |
Dinamika Kepri | Bali - Program "Penyegaran Ahli Pers Dewan Pers Tahun 2024" di Hotel Mercure Bali Legian, Denpasar Bali, Rabu-Sabtu, 2-5 Oktober 2024 menghadirkan dua orang jenderal polisi bintang dua. Yaitu, Irjen Iwan Kurniawan, S.I.K., M.Si. dan Irjen Adi Deriyan Jayamarta, S.I.K., M.H.
Keduanya menyampaikan paparan dan berdiskusi hangat dengan para peserta. Apa saja yang mereka paparkan? Berikut ini catatan Ahli Pers Dewan Pers dari Provinsi Kepri, Saibansah Dardani.
Dua jenderal polisi dengan dua bintang di pundak tersebut hadir untuk menyampaikan materi terkait dengan penegakan hukum di kepolisian terkait dengan pers dan komitmen Polri menjaga kemerdekaan pers di Indonesia.
Irjen Pol Iwan Kurniawan, S.I.K., M.Si yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Ekonomi itu menyampaikan materi "Peran Polri dalam penanganan laporan masyarakat terkait kasus-kasus pers berdasarkan MoU Dewan Pers dan Polri serta PKS Dewan Pers - Bareskrim Polri".
Sedangkan Staf Ahli Kapolri Bidang Manajemen, Irjen Adi Deriyan Jayamarta, S.I.K., M.H. menyampaikan materi berjudul, "Penanganan Kasus-Kasus Pers di Kepolisian".
Iwan Kurniawan mengungkapkan, selama ini banyak sekali pengaduan masyarakat terkait pers. Tetapi, setelah dilakukan proses hukum dan pendalaman, tidak terbukti ada pelanggaran hukum.
Itulah makanya, untuk lebih menjaga dan melindungi kemerdekaan pers di Indonesia, Polri akan menindaklanjuti Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dewan Pers dan Mabes Polri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022 tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam kaitan dengan penyalahgunaan profesi wartawan itu dengan memfollow-up agar PKS tersebut dijadikan bagian dari materi pembelajaran di lembaga pendidikan Polri.
Ada 4 poin yang disepakati dalam pelaksanaan PKS antara Dewan Pers dan Mabes Polri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022. Yaitu, pertama, pertukaran data dan informasi. Kedua, koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers. Ketiga, koordinasi penegakkan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan. Keempat, pemanfaatan sarana rasarana.
Meski sudah ada PKS tersebut, dijelaskan bahwa yang akan mendapatkan perlindungan hukum itu adalah media yang berbadan hukum dari Kemenkumham RI, wartawannya profesional dan patuh pada kode etik jurnalistik serta mematuhi Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. "Yang di luar itu, tidak termasuk dalam kesepatan PKS kita," tegas Iwan Kurniawan.
Mantan Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik) Bareskrim Polri itu menambahkan, mengenai implementasi PKS ini, pada poin dua, penyidik seharusnya menginformasikan perkembangan proses kasus yang ditanganinya kepada Dewan Pers secara utuh. Ini bukti Polri mendukung kemerdekaan pers demi kepentingan bangsa dan negara.
Jenderal yang seluruh karirnya di bidang reserse itu juga mengungkapkan, meski mendukung kemerdekaan pers, dalam beberapa kesempatan juga terjadi 'persinggungan' antara polisi dan wartawan. "Contohnya, saat olah TKP (Tempat Kejadian Perkara), polisi tidak mau lokasi TKP itu rusak atau diketahui banyak orang. Sementara wartawan justru ingin tahu di mana lokasi TKP untuk pemberitaan, inilah yang kerap kali terjadi 'persinggungan'," paparnya.
Menyinggung soal keterangan Ahli Pers Dewan Pers, lulusan Akpol 1994 itu memaparkan, dalam hal penegakan hukum, keterangan yang disampaikan oleh seorang ahli sangat penting untuk membuat terang sebuah perkara pers. Karena keterangan ahli itu diatur dalam pasal 186 KUHAP.
Pengetahuan ahli memiliki kekuatan jika disandingkan dengan fakta hukum yang dimiliki oleh penyidik. Untuk itu, penyidik harus menyampaikan fakta hukum kepada ahli hanya untuk kepentingan pembuktian dan tidak kepentingan lain. Sehingga, ahli dapat memberikan pendapat hukum secara obyektif sesuai dengan perbuatan tersangka.
Sementara itu, Irjen Adi Deriyan Jayamarta, S.I.K., M.H. mamaparkan mengenai ketentuan pidana terhadap kasus pers berdasarkan kesepakatan Polri dengan Dewan Pers dibagi menjadi tiga kriteria. Yaitu, pertama, Tidak Dipidana. Apabila laporan yang diterima oleh Polri merupakan bentuk Karya Jurnalistik atau Produk Pers, maka permasalahan tersebutakan diselesaikan oleh Dewan Pers.
Kedua, Mekanisme Penyelesaian. Penyelesaian melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi atau menyerahkan penyelesaian laporan tersebut ke Dewan Pers dan tidak ada penyelesaian permasalahan dengan menggunakan mekanisme pidana.
Ketiga, Dipidana. Apabila, yang dimaksud dalam laporan tersebut bukan karya jurnalistik dan bukan orang atau pun badan usaha yang termasuk dalam katagori pers, diproses melalui mekanisme penyelidikan dan penyidikan.
Mantan Analis Kebijakan Utama Bidang Pidkor Bareskrim Polri itu kemudian mengajak para ahli pers berdiskusi soal beberapa kasus. Salah satunya, kasus pelaporan Roy Suryo atas pernyatannya di sebuah podcast tentang Fufufafa.
"Ketika seseorang mengutip berita untuk ditayangkan di podcast, maka dia harus bisa memferivikasi atas kebenaran berita yang dibacakan tersebut, apalagi yang bersangkutan bukan orang pers. Ini juga yang harus dipersiapkan oleh para ahli pers saat diminta pendapat oleh penyidik," ujar mantan Kasatgas Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Apalagi, lanjut lulusan Akpol 1994 ini, perkembangan teknologi informasi saat ini sangat luar biasa, setiap orang bisa membuat podcast, live streaming, tik tok dan sebagainya. Ini harus diantisipasi oleh Dewan Pers, agar pers tidak dimanfaatkan oleh orang-orang dengan membuat podcast dan produk lainnya mengatasnanaman demi kebebasan pers.
"Tentunya, kita harus punya cara untuk mengikis pers yang tidak berizin itu. Tentu harus ada regulasi, aturan yang tegas menjadi dasar kita untuk menertibkan pers seperti itu. Mari kita sama-sama tegakkan. Mungkin tidak selalu harus melalui mekanisme penegakan hukum. Misalnya, dengan memberikan pelatihan untuk meningkatkan skill dan kemampuan mereka," papar Dirreskrimsus Polda Metro Jaya itu lagi.
Mengakhiri paparannya, Adi Deriyan Jayamarta memaparkan 5 peran Polri dalam penanganan kasus pers. Yaitu:
- Polri sebagai penegak hukum memiliki kewajiban untuk menerima dan melayani pengaduan/laporan dari masyarakat untuk memperoleh keadÃlan 'tanpa adanya' diskriminasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
- Polri berkomitmen untuk bersinergi dengan Dewan, Pers melalui metode komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dalam rangka penanganan permasalahan Pers.
- Polri menjunjung tinggi kebebasan dan Perlindungan Pers dalam menjalankan tugas Jurnalistik.
- Mengimplementasikan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama Polri dengan Dewan Pers melalui peningkatan sosialisasi kepada Jajaran Polri.
- Mengedepankan Keadilan Restoratif (Restorative Justice)
(r/smsi)